Namun disayangkan, gedung wakil rakyat yang menjadi jembatan menyampaikan aspirasi masyarakat termasuk awak media di daerah ke pusat, kosong alias tidak ada satu pun anggota DPRD termasuk Sekretaris DPRD.
Dikonfirmasi terkait kosongnya Anggota DPRD Babel ini, Kasubag Umum dan Keuangan DPRD Babel, Dedy Apriandy mengaku seluruh anggota yang tergabung dalam alat kelengkapan dewan (AKD) baik komisi, panitia khusus (pansus) sedang dinas luar daerah.
"Semuanya kosong bang, AKD semuanya dinas luar daerah," aku Dedy.
Aksi yang dilakukan puluhan jurnalis ini terkait penolakan Rancangan Undang undang (RUU) Penyiaran yang saat ini masih digodok Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dikhawatirkan bisa membelenggu kebebasan Pers di Indonesia.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Pangkalpinang, Barlyanto dalam kesempatan itu menyampaikan, mencermati draf RUU Penyiaran (versi Maret 2024), maka AJI menolak draf RUU ini karena banyak pasal yang berpotensi mengancam kebebasan pers, demokrasi dan HAM.
"Seperti ancaman kebebasan pers lewat larangan jurnalisme investigasi dan ambil alih wewenang Dewan Pers oleh KPI (Pasal 42 dan Pasal 50B ayat 2c)," jelas Barlyanto.
Selain itu, kewenangan KPI untuk melakukan penyensoran dan pembredelan konten di media sosial. Hal ini akan mengancam kebebasan konten kreator maupun lembaga penyiaran yang mengunggah konten di internet.
Konten siaran di internet wajib patuh pada Standar Isi Siaran (SIS) yang mengancam kebebasan Pers dan melanggar prinsip-prinsip HAM (Pasal-pasal 34 sampai 36).
"Oleh sebab itu, kami dari AJI Kota Pangkalpinang menolak RUU Penyiaran ini, karena selain diskriminatif, juga akan menghambat beberapa ekspresi Pers dalam memberikan informasi kepada masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, Ketua IJTI Babel, Joko Setiawanto dalam orasinya menyampaikan dengan tegas agar teman-teman Pers Babel kompak menolak RUU Penyiaran.
"RUU Penyiaran ini sudah tidak layak lagi dibahas menjadi undang -undang. Kemerdekaan kita sebagai jurnalis bisa terkekang dengan disahkan undang undang tersebut," tegas Joko.
"Bayangkan jika seorang wartawan meliput suatu peristiwa yang eksklusif dilarang dan akan diancam dengan pidana UU Transaksi Elektrik (ITE). Maka dari itu, kita sepakat menolak secara tegas jangan sampai dibahas apalagi sampai disahkan," paparnya.
Menurut, Sekretaris PWI Babel, Fakhruddin Halim mengungkapkan tentang bahayanya RUU Penyiaran jika disahkan DPR, maka akan membelenggu kebebasan Pers.
"Apakah pemerintah khususnya DPR tidak ada kerjaan yang lebih penting selain mengekang kebebasan Pers di Indonesia," terang Fakhruddin.
RUU Penyiaran ini jika sampai disahkan sengketa akan diselesaikan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), maka alangkah lucunya sebagai jurnalis yang paham betul kode etik jurnalistik (KEJ) jika ada sengketa Pers diselesaikan oleh KPI.
"Bukannya kita ada wadah sendiri, yakni Dewan Pers yang paham betul persoalan pers," tukasnya.
Aksi damai tersebut berakhir dengan pernyataan sikap dan membubuhkan tanda tangan dari perwakilan setiap organisasi, yang disampaikan kepada perwakilan DPRD Babel, dan ditutup dengan pemasangan spanduk di halaman Kantor DPRD Babel yang dibubuhi tandatangan para jurnalis. (Focuaberita/Epran)
Social Header